SlideShow

oke
0

| DEWAN JURI

JURI FIKSI

TRI ASIATI
Lahir di Temanggung, Jawa Tengah, dua puluh delapan tahun lalu, adalah pengajar muda di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jenderal Soedirman. Kecintaannya terhadap budaya, membawanya untuk belajar budaya asing. Sebuah gagasan kontroversial yang rasional, dengan alasan bahwa budaya asing adalah bagian dalam budayanya. Intinya, istilah asing, bukan untuk menjadi orang asing, hanya berkesempatan berpengetahuan lain dibanding orang lain. Sosok yang memandang bahwa hidup adalah Mahakarya dengan keseimbangan antara: sederhana, unik, natural, kreatif, inovatif, edukatif, artistik, dan dramatik, sebagaimana keinginannya tentang hidup dalam Film.


YON DARYONO
Lelaki kelahiran Purbalingga, 27 September 1978 ini merupakan pendiri sekaligus Pemimpin Redaksi di Harian Satelit Post di Purwokerto. Ia adalah alumni IIJ InWent Germany 2005 yang juga mantan wartawan Jawa Pos Grup dan Kompas Gramedia (KG). Sempat beberapa kali menerbitkan buku dengan Batam Link Publisher. Alumnus Jurusan Sosiologi, Unsoed Purwokerto ini beberapa kali menerima penghargaan, diantaranya The Best Writers Article Competition Telkomsel Sumbagteng Area.


TEGUH TRIANTON
Lahir di Desa Pagerandong, Kec. Mrebet Kab. Purbalingga, Jawa Tengah. Aktif di Komunitas Beranda Budaya (Banyumas) dan Komunitas Sastra Elok Purbalingga. Pernah bekerja sebagai wartawan, dan guru. Kini menjadi siswa Program Pascasarjana S3 Pendidikan Bahasa Indonesia UNS, dan menjadi mengajar di Prodi PBSI FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Menulis buku Ulang Tahun Hujan (antologi puisi tunggal, 2012). Identitas Wong Banyumas, (Graha Ilmu, 2012) Banyumas; Fiksi dan Fakta Sebuah Kota (Kumpulan esai, 2013), Film Sebagai Media Belajar (Graha Ilmu, 2013). Selain itu, tulisannya berupa puisi dan prosa terbit di Tabloid Minggu Pagi, SKH Kedaulatan Rakyat, Solo Pos, Wawasan, Suara Pembaruan, Radar Banyumas, Seputar Indonesia (Sindo), Suara Karya, Suara Merdeka, Batam Pos, Kompas, Harian Bernas Jogja, Jurnal Sastra Pesantren Fadilah (Yogyakarta), Jurnal Pendidikan ‘Insania’, Jurnal ‘Ibda’, Jurnal Studi Gender dan Anak ‘Yin Yang’ (STAIN Purwokerto), Jurnal Khazanah Pendidikan (FKIP UMP), Buletin Sastra Literra Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Majalah Rindang, Annida, dll. Tulisannya juga terhimpun dalam antologi –bersama-; puisi Jiwa-jiwa Mawar (Buku Laela, 2003), Untuk Sebuah Kasihsayang (Buku Laela, 2004), antologi Puisi Penyair Jawa Tengah Pendhapa-1 (TBJT, 2005). Antologi bersama, cerpen Robingah Cintailah Aku (Grafindo, 2007), antologi Temu Penyair Antar Kota Pendhapa-5 (TBJT, 2008), antologi Pleidoi Puisi -Temu Penyair Banyumas-Solo- Pendhapa-6 (TBJT, 2009), Pilar Penyair (Obsesi, 2011), antologi cerpen Tatapan Mata Boneka Joglo 11 (TBJT, 2011), dll.




JURI DOKUMENTER

IMAM HAMIDI ANTASSALAM
Bekal pengetahuan dari altar pesantren memberi makna penting bagi hidupnya, bagaimana harus bersikap. salah satu karyanya  berupa esai, bertajuk "Pesantrean Sebagai Miniatur Indonesia" yang dimuat beberapa media lokal hingga nasional seperti Kompas, didedikasikan pada almamaternya sebagai ungkapan bakti syukurnya.
Karyanya berupa Artikel, Esai, Cerpen maupun Puisi, tersebar di media lokal maupun nasional. Dari Kompas, Suara Merdeka, Koran Merapi, Kedaulatan Rakyat, Pikiran rakyat, Jawa Pos, Harian Bhirawa, Harian Joglo Semar, Jogja Review, SatelitPost, Radar Banyumas, Tabloid Minggu Pagi, Cempaka, Majalah Basis, jurnal sastra, hingga jurnal kebudayaan lainnya.
Kini ia menjalani tugas mulia untuk negara dan masyarakat kebudayaan nasional sebagai penyuluh budaya atau pamong budaya nasional (PB nasional). Tugasnya mungkin jauh lebih kompleks jika di banding guru yang mendidik murid untuk ‘sekadar’ pintar, pandai dan terampil.
Tugas yang agung nan mulia itu lantaran memiliki tanggung jawab moral, sosial dan kultural. Ialah pamong, pengasuh (pamomong) sekaligus penyuluh, penerang (obor). Terhadap kebudayaan ialah pengasuhnya, laiknya orang tua yang merawat, melindungi, mengembangkan dan membesarkannya.
Saat ini bersama masyarakat kebudayaan banyumasan, dari berbagai latar belakang komunitas, bersama-sama membangun mentalitas dan spiritualitas sehingga memiliki integritas dan karakter.


ARIS ANDRIANTO
Lahir 26 Juni 1981 di lereng selatan Gunung Slamet, Purwokerto. Besar di Banjarnegara hingga sekolah menengah pertama. Sempat tiga tahun melanjutkan sekolah di Probolinggo Jawa Timur, ia menamatkan kuliahnya di Fakultas Hukum Unsoed. Mulai tertarik dengan dunia jurnalistik sejak bangku kuliah. Memutuskan untuk tidak mendaftar Pegawai Negeri Sipil dan langsung berkeyakinan menjadi jurnalis. Lima tahun sudah menjadi jurnalis Tempo untuk wilayah Banyumas Raya. Tiga tahun merintis berdirinya AJI Kota Purwokerto. Hingga Januari lalu AJI Kota Purwokerto bisa berdiri, ia didaulat menjadi ketuanya. Kini, ia lebih sering menulis tulisan panjang tentang lingkungan, budaya dan korupsi. Hobinya manjat gunung sambil ngintip Elang Jawa, membuatnya agak kurusan belakangan ini. 


INDARU SETYO NURPROJO
Menyelesaikan sarjana Ilmu Politik di Universitas Airlangga dilanjutkan studi S2 di FISIPOL UGM. Sejak 2003 menjadi dosen tetap pada Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman. Sangat tertarik pada studi-studi politik lokal dan urban politik. Pada proses pembelajaran, dia juga kerap menggunakan film sebagai medianya. Karya film dokumentar yang telah dihasilkannya adalah Perilaku Politik Pemilih dalam Pilkada Purbalingga Tahun 2010 dan Film dan Kebijakan Publik (2011). Sekarang, sedang menempuh program doktor Ilmu Politik di FISIPOL UGM dan menjadi Direktur Institut Negri Perwira Purbalingga, sebuah perkumpulan yang fokus pada advokasi kebijakan.

kontak

  • Facebook : festivalfilm purbalingga
  • Twitter : @festfilmpbg
  • Email : purbalinggafilmfest@gmail.com
  • Website : festivalfilmpurbalingga.blogspot.com
  • Phone: +6285227872252 (Nanki Nirmanto) / +6285726331267 (Asep Triyatno)
  • Alamat : Jl. Puring No. 7 Purbalingga, Jawa Tengah, Indonesia