Suasana malam penganugerahan FFP 2012. |
Kemeriahan malam
penganugerahan Festival Film Purbalingga (FFP) 2012 tidak hanya karena digelar
di ruang terbuka, tapi juga kemasan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Pelataran parkir Taman Kota Usman Janatin Purbalingga yang pada hari-hari biasa
sepi, malam itu, Sabtu, 26 Mei 2012 dipenuhi masyarakat yang sebagian penasaran
seperti apa akhir gelaran FFP.
Tiga layar sekaligus
didirikan. Sementara dua panggung sisi kanan dan kiri dengan fungsi berbeda,
untuk pembacaan pemenang dan panggung musik. Penonton tak hanya duduk di kursi
yang disediakan tapi juga ada yang berdiri di pelataran parkir dan di luar area
taman kota.
“Mentari di Sambirata”
sutradara Astri Rakhma Adisty dari SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga berhasil
menyabet penghargaan film fiksi SMA terbaik. Film dokumenter terbaik diraih
“Bangku untuk Remaja” sutradara Dwi Astuti dari SMA Negeri Kutasari, Purbalingga.
Sementara film fiksi SMP terbaik diraih SMP Negeri 4 Satu Atap Karangmoncol
lewat “Langka Receh” sutradara Miftakhatun
dan Eka Susilawati.
Penghargaan film fiksi SMA
favorit penonton diraih “Lima Sekawan” sutradara Nigita Wiki Saputri dari SMK
Negeri 1 Purbalingga. Film “Samar-Samar Tercemar” sutradara Ii Harnenis dari
SMA Negeri 2 Purbalingga menyabet film dokumenter favorit penonton. Pada
penghargaan Lintang Kemukus untuk seniman Banyumas Raya tahun ini diberikan
kepada almarhum Gepuk (1905-2002) seorang seniman wayang suket (rumput) asal
Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Purbalingga.
Penghargaan Film Fiksi SMA Terbaik. |
Astri Rakhma Adisty sempat
pasrah sebelum akhirnya film “Mentari di Sambirata” tertera di layar dan
disebutkan sebagai film fiksi SMA terbaik. “Sempat tidak percaya, karena FFP
tahun ini film-film pelajar peserta kompetisi banyak yang bagus-bagus,” ujar
siswi kelas XI ini.
Selain penghargaan film
fiksi SMP terbaik, yang baru di FFP tahun ini adalah penghargaan Lintang
Kemukus. Yaitu penghargaan yang diberikan kepada individu maupun kelompok yang
secara nyata berkontribusi atas kesenian dan kebudayaan tradisi di Banyumas
Raya dalam berbagai aktivitasnya. Penghargaan ini sebagai bentuk penghormatan
atas dedikasi mereka.
Direktur Festival Film Purbalingga Bowo Leksono
mengatakan menggunakan ruang terbuka Taman Kota Usman Janatin sebagai tempat
penganugerahan FFP karena ingin mengabarkan kepada masyarakat luas bahwa ada
festival film di kota kecil dengan anak-anak mudanya yang berprestasi. “Ini
sekaligus bukti kemenangan anak muda dan masyarakat Purbalingga mengembalikan
ruang publik pada fungsi yang sebenarnya,” tegasnya.
Pemenang, pemberi penghargaan, dan penyelenggara festival foto bersama. |